Menjadi Sukses dari Berjualan Rokok dan Air Mineral
“Cukup bermodal kotak kayu dan Air Mineral, lelaki yang menjual rokok ini, siapa sangka benar-benar menunjukkan tajinya. Ia sanggup membelikan rumah dan motor untuk ke enam anaknya. Ia menjadi pedagang kaki lima sederhana yang sukses”
Saat kumandang adzan Ashar bergema di langit Alun-alun Jember, seorang pria paruh baya bergegas mengemas dagangannya menuju masjid untuk sholat dan melepas lelah sejenak. Nampak jelas wajah yang menoleh kekanan dan kaos hitam berkerah merah yang melekat ditubuhnya itu seraya menata kembali barang dagangannya.
Dengan gigih, tubuh Muhammad Asir kelahiran Bangsalsari ini, demikian nama lelaki tangguh itu, menata satu persatu barang dagangan yang nantinya akan dijual. Hidup sederhana, walau sudah menua tapi masih harus bersusah payah mencari nafkah.
Hidup dengan segala macam rasa pahit tidak sama sekali meragukannya untuk terus berjuang mencari nafkah demi memberi anak-anaknya makan dan bisa bersekolah. Apapun yang menghasilkan uang halal akan dikerjakan semampunya, tanpa mengeluh.
Usaha yang telah ia geluti sejak tahun 1973 ini telah sedikit banyaknya mengubah kehidupannya. Walau ditengah persaingan pasar modern dan para pedagang lainnya, ia mengaku tak pernah minder dan tak merasa takut dengan persaingan itu.
“itu urusan rejeki ada Allah yang mengatur, intinya tetap telaten walaupun sepi jangan sampai mengeluh, tidak laku sekarang mungkin besoknya, jadi tidak perlu takut.” Ujarnya dengan logat Jawa.
Memang betul, pada sore itu banyak pembeli yang berdatangan, bahkan ada langganannya yang setiap hari membeli rokok ke pak Asir ini.
Ketika jam enam hingga pukul delapan pagi, ia berjualan di sisi kiri alun-alun. Selanjutnya ia berganti ke depan adipura dekat taman bermain hingga pukul sepuluh, dan berpindah lagi di trotoar kiri samping lapangan volli di bawah pohon yang rindang hingga pukul 12 malam. Sampai-sampai ia bermalam di alun-alun hingga tiga hari tak kunjung pulang ke rumahnya.
“Saya sudah sering bermalam ketika berjualan di Alun-alun jember ini dan biasa tempat tidur saya di parkiran dekat jembatan penyebrangan yang mau ke masjid itu, terkadang tiga hari tapi kalau ada event seperti JFC kemarin sampai lima hari, setelah itu pulang,” kata lelaki berbaju hitam ini.
Bermodalkan usaha dan doa, lelaki yang berpakaian sederhana, dengan duduk santai beralas kardus ini menuturkan bahwa menjadi penjual asongan ini harus tetap bertahan di tengah maraknya saingan-saingan yang lain. “Walau banyak saingan harus tetap istiqomah,” tuturnya sembari melayani pembeli.
Tak ayal, hanya bermodal kotak kayu dengan jualan rokok dan air mineral ia bisa meraup untung hingga Rp 200.000 – 300.000 setiap harinya. Cucuran keringan yang berjatuhan setiap harinya yang ia kumpulkan hingga larut malam sanggup menghidupi istri dan keenam anaknya.
Di usianya yang senja, 62 tahun, tidak membuat lelah dan berhenti berjualan. Semangat dan kegigihannya itu patut di acungi jempol. Terbukti, ia mampu membelikan rumah dan motor untuk anak-anaknya.
Walau sudah sukses, sedikitpun ia tidak malu berjualan asongan yang ia bawa dengan sekotak kayu persegi bersiri rokok dan sekardus air mineral dibawanya dari Bangsal hingga ke alun-alun Jember. “Sampai kapapun saya akan tetap berjualan seperti ini hingga suatu saat saya tidak bisa lagi melangkah baru tidak berjualan,” jelasnya sembari tersenyum.(MNY)
Penulis : Muhammad Nurul Yaqin
Editor : Nurul Yaqin
Pak Asir dengan barang dagangannya. (Foto u-report).
“Cukup bermodal kotak kayu dan Air Mineral, lelaki yang menjual rokok ini, siapa sangka benar-benar menunjukkan tajinya. Ia sanggup membelikan rumah dan motor untuk ke enam anaknya. Ia menjadi pedagang kaki lima sederhana yang sukses”
Saat kumandang adzan Ashar bergema di langit Alun-alun Jember, seorang pria paruh baya bergegas mengemas dagangannya menuju masjid untuk sholat dan melepas lelah sejenak. Nampak jelas wajah yang menoleh kekanan dan kaos hitam berkerah merah yang melekat ditubuhnya itu seraya menata kembali barang dagangannya.
Dengan gigih, tubuh Muhammad Asir kelahiran Bangsalsari ini, demikian nama lelaki tangguh itu, menata satu persatu barang dagangan yang nantinya akan dijual. Hidup sederhana, walau sudah menua tapi masih harus bersusah payah mencari nafkah.
Hidup dengan segala macam rasa pahit tidak sama sekali meragukannya untuk terus berjuang mencari nafkah demi memberi anak-anaknya makan dan bisa bersekolah. Apapun yang menghasilkan uang halal akan dikerjakan semampunya, tanpa mengeluh.
Usaha yang telah ia geluti sejak tahun 1973 ini telah sedikit banyaknya mengubah kehidupannya. Walau ditengah persaingan pasar modern dan para pedagang lainnya, ia mengaku tak pernah minder dan tak merasa takut dengan persaingan itu.
“itu urusan rejeki ada Allah yang mengatur, intinya tetap telaten walaupun sepi jangan sampai mengeluh, tidak laku sekarang mungkin besoknya, jadi tidak perlu takut.” Ujarnya dengan logat Jawa.
Memang betul, pada sore itu banyak pembeli yang berdatangan, bahkan ada langganannya yang setiap hari membeli rokok ke pak Asir ini.
Ketika jam enam hingga pukul delapan pagi, ia berjualan di sisi kiri alun-alun. Selanjutnya ia berganti ke depan adipura dekat taman bermain hingga pukul sepuluh, dan berpindah lagi di trotoar kiri samping lapangan volli di bawah pohon yang rindang hingga pukul 12 malam. Sampai-sampai ia bermalam di alun-alun hingga tiga hari tak kunjung pulang ke rumahnya.
“Saya sudah sering bermalam ketika berjualan di Alun-alun jember ini dan biasa tempat tidur saya di parkiran dekat jembatan penyebrangan yang mau ke masjid itu, terkadang tiga hari tapi kalau ada event seperti JFC kemarin sampai lima hari, setelah itu pulang,” kata lelaki berbaju hitam ini.
Bermodalkan usaha dan doa, lelaki yang berpakaian sederhana, dengan duduk santai beralas kardus ini menuturkan bahwa menjadi penjual asongan ini harus tetap bertahan di tengah maraknya saingan-saingan yang lain. “Walau banyak saingan harus tetap istiqomah,” tuturnya sembari melayani pembeli.
Tak ayal, hanya bermodal kotak kayu dengan jualan rokok dan air mineral ia bisa meraup untung hingga Rp 200.000 – 300.000 setiap harinya. Cucuran keringan yang berjatuhan setiap harinya yang ia kumpulkan hingga larut malam sanggup menghidupi istri dan keenam anaknya.
Di usianya yang senja, 62 tahun, tidak membuat lelah dan berhenti berjualan. Semangat dan kegigihannya itu patut di acungi jempol. Terbukti, ia mampu membelikan rumah dan motor untuk anak-anaknya.
Walau sudah sukses, sedikitpun ia tidak malu berjualan asongan yang ia bawa dengan sekotak kayu persegi bersiri rokok dan sekardus air mineral dibawanya dari Bangsal hingga ke alun-alun Jember. “Sampai kapapun saya akan tetap berjualan seperti ini hingga suatu saat saya tidak bisa lagi melangkah baru tidak berjualan,” jelasnya sembari tersenyum.(MNY)
Penulis : Muhammad Nurul Yaqin
Editor : Nurul Yaqin
Komentar
Posting Komentar